Masyarakat seringkali dibuat jengah dan bahkan banyak warga yang tidak percaya dengan kondisi data warga miskin di setiap momen yang membutuhkan keberadaan data itu. Tiap kali menampilkan data kemiskinan untuk landasan penentuan intervensi program pemerintah, selalu saja terjadi pro dan kontra atas kondisi data karena diduga data tidak akurat. Di era digital yang semuanya dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, tidak jarang masih ditemui kondisi data warga miskin tidak valid dan ujung-ujungnya menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Hal ini tentu sangat naif dan layak dipertanyakan keseriusan pemerintah dalam upaya pemutakhiran data warga miskin. Kondisi riil yang terjadi di lapangan, terdapat beberapa keadaan mendasar yang perlu segera mendapat pembenahan, diantaranya; pertama, masih banyak data warga yang lebih miskin justru tidak masuk dalam data nasional. Kedua, masih banyak data warga miskin, sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan (pindah, tidak ditemukan, tidak miskin, dll). Ketiga, masih banyak penerima sasaran program belum tepat karena kurang akurasinya data. Terakhir, tidak tepat program karena lemahnya informasi kebutuhan masyarakat miskin. Maka dibutuhkan peran serta masyarakat terlibat secara aktif dalam melakukan pendataan warga miskin serta perubahan indikator kemiskinan dari warga miskin yang telah terdata untuk mengetahui perubahan tingkat kesejahteraan.   Problematika Dinamika munculnya warga miskin baru bisa terjadi setiap saat, sehingga basis data yang selama ini dijalankan dan diperbaharui setiap tiga tahun sekali oleh nasional dipastikan tidak bisa menangkap warga miskin baru ketika belum dilakukan pendataan ulang. Tidak diketahuinya rumus desil 1 sampai dengan 4 yang dibuat nasional, menjadikan pemerintah daerah tidak bisa mengukur dampak keberhasilan dari sebuah proses intervensi yang yang telah dijalankan tiap tahunnya. Pemerintah dalam hal ini Kemensos mengembangkan Mekanisme Pemuthakiran Mandiri Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin, sehingga data bisa diperbaharui setiap enam bulan sekali, namun belum ada metodologi yang jelas dan aplikatif untuk menyisir warga miskin. Maka dibutuhkan peran pemerintah daerah untuk melakukan penyisiran data warga miskin yang belum masuk serta perubahan indikator kemiskinan dari warga miskin yang telah terdata untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan. Tanggung jawab permasalahan data warga miskin di pemerintah kabupaten terletak pada Dispermades (PMD) dan Kominfo. Kedua dinas itulah yang perperan penuh dalam menentukan keberadaan data warga miskin di tingkat kabupaten. Dispermades (PMD) memiliki peran: (a) mengkompilasi data Desa menjadi data dan informasi daerah; (b) mengkoordinasikan pengembangan, penerapan dan pemanfaatan SID di tingkat Desa; (c) membina pengelola SID di tingkat Desa; dan (d) menyusun standar operasional prosedur dan tata cara penerapan SID; dan Sementara Diskominfo memiliki peran; (a) mengembangkan SID dan sistem informasi pembangunan kawasan perdesaan; (b) mengembangkan jaringan internet secara lebih merata; (c) mengintegrasikan SID dengan sistem informasi yang ada di tingkat kabupaten; (d) mengelola sistem informasi teknologi informasi untuk mendukung dan memfasilitasi SID di tingkat Desa; dan (e) mengelola sistem informasi teknologi informasi untuk mendukung dan memfasilitasi SID di tingkat kabupaten. Diakui atapun tidak, pemerintah kabupaten belum berbuat banyak dalam upaya pemutakhiran data warga miskin. Disamping minimnya tenaga ahli yang menguasai metodologi dan kesiapan teknologi, pemerintah kabupaten tampaknya belum memandang penting arti validitas data tersebut. Jalatera Faundation telah melakukan upaya pendampingan dalam pembenahan data kemiskinan di tiga kabupaten meliputi; Wonogiri, Sukoharjo dan Karanganyar. Belajar dari kasus di Kabupaten Karanganyar yang mengambil lokasi di Kecamatan Mojogedang, sejak proses awal hingga akhir dapat ditarik kesimpulan awal (dilihat dari proses AKP berjenjang) ternyata menampilkan kondisi yang cukup mencengangkan. Bahwa Data Tingkat Kesejahteraan Sosial Semester I tahun 2019 notebene data nasional, belum sesuai dengan kondisi riil di lapangan, hal ini bisa dilihat dari: pertama, jumlah data yang dinyatakan tidak layak miskin dengan rerata antara 22,74% sampai dengan 26,71%. Kedua, warga yang pindah, tidak domisili, tidak ditemukan, meninggal, sebatang kara dengan rerata mencapai 6,62%. Ketiga, total koreksi data antara 29,36% sampai dengan 33,33%. Keempat, metodologi Analisa Kemiskinan Partisipatif (AKP) secara berjenjang sangat efektif menyaring data berdasarkan kategorisasi kesejahteraan berdasarkan pengamatan masyarakat di tingkat RW atau dusun. Terakhir, Musrenbang Data di tingkat Desa mampu menyaring ulang atas kelayakan dari hasil uji publik dari tingkat RW atau dusun. Menilik kondisi di atas, sudah selayaknya pemerintah kabupaten segera berbenah diri agar mendapatkan data kemiskinan terbaik dengan cara melakukan pembenahan dan perubahan metodologi pendataan berbasis teknologi.

Rekapitulasi, Hasil Uji Publik Berjenjang

Data Tingkat Kesejahteraan Sosial (DTKS) Semester I Tahun 2019 Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar
Kedepan, pemerintah kabupaten harus membangun kerangka konsep Data Berbasis Keluarga agar mendapatkan data warga miskin secara valid yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dapat dijadikan data dukung dalam penentuan kebijakan intervensi program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah kabupaten. Adapun, Tahapan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) & Pengembangan Data Lokal (PDL), terdiri atas tahapan: (1) Uji Publik dan Usulan Baru (Tingkat RW/Dusun) meliputi: Paparan DTKS Terakhir, penyisiran warga yang pindah/meninggal, layak/tidak layak (alasan tidak layak), dan usulan baru. Semua kegiatan tersebut dituangkan dalam berita acara. (2) Tahapan Musrenbang Data di tingkat Desa, meliputi kegiatan; Musrenbang Data di tingkat Desa yang merupakan pemaparan hasil uji publik dan usulan baru dari tingkat RW/Dusun. Berikutnya diperoleh Daftar Rumah Tangga Sementara yang dituangkan dalam Berita Acara serta warga diberikan Masa Sanggah atas Daftar Rumah Tangga Sementara tersebut. (3) Tahapan Verifikasi Indikator, meliputi kegiatan: Verifikasi Lapangan oleh petugas menggunakan aplikasi Android. Hasil verifikasi lapangan diolah sesuai kategorisasi kesejahteraan dengan SID dan data tersebut diintegrasikan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Tahapan berikutnya adalah (4) Upload Data ke SIK Kabupaten.   Sampai kapan pun tidak akan diperoleh data akurat manakala pemerintah kabupaten bersikukuh bahwa data nasional adalah data paling akurat. Pemerintah kabupaten harus menerapkan sistem teknologi terbaru dan metodologi yang telah teruji untuk mendapatkan data kemiskinan paling akurat dan valid. Validasi data kemiskinan harus dilakukan dengan memperbaiki metode pendataan.   Kun Prastowo adalah staff di Jalatera Faundation Surakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *