
MERANCANG KAMPUNG PRO IKLIM DI LERENG GUNUNG MERAPI–MERBABU JALATERA BERSAMA FORUM PEMUDA SELO (FPS)
PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAK PADA PERTANIAN DI LERENG GUNUNG MERAPI
Erupsi Gunung Merapi yang cukup dahsyat pada tahun 2010, yang mengakibatkan gundulnya hutan baik di wilayah Taman Nasional Merapi Merbabu (TNMM) maupun hutan kemasyarakatan yang diupayakan oleh masyarakat sebagai upaya perlindungan tanah longsor. Pasca erupsi, salah satu kerentanan yang cukup dirasakan adalah kurangnya makanan bagi ekosistem hewan khususnya monyet ekor Panjang yang mencari makan di lahan-lahan pertanian. Wilayah gunung Merapi dan Merbabu, memiliki keunikan dalam hal ketersediaan sumber air. Di sisi timur yaitu Boyolali, sumber-sumber mata air yang cukup besar justru di wilayah kecamatan sekitar boyolali kota yaitu kecamatan boyolali dengan “umbul Tlatar”, dan kecamatan Banyudono dengan “umbul Pengging”. Situasi ini berbeda dengan sisi Selatan Merapi yaitu Yogyakarta dan sisi barat Kabupaten Magelang, dimana air cukup melimpah sejak di puncak-puncak gunung.
Wilayah kecamatan Selo berada pada ketinggian antara 1.200 hingga 1.564 meter di atas permukaan laut (mdpl), merupakan daerah yang sejak dahulu memiliki kerentanan rutin yaitu kekurangan air bersih di kala musim kemarau, biasa terjadi mulai bulan Juli sampai Desember. Pasca erupsi Merapi, menjadi ancaman serius atas konservasi sumber daya air khususnya konservasi di sumber mata air “Tuk Babon” yang selama ini diyakini sebagai mata air abadi yang tidak pernah kering. Selain mata air “Tuk Babon” masih ada beberapa sumber mata air yang debitnya lebih kecil yaitu Mata air Salaman, Tulangan, Pakis dan kali apu. Tetapi sumber air tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pada saat musim kemarau. Kebutuhan air juga semakin meningkat, seiring dengan perkembangan pariwisata di wilayah kecamatan Selo, baik kebutuhan untuk resto dan café maupun home stay untuk melayani wisatawan. Peralihan lahan pertanian menjadi bangunan, serta makin banyaknya wisatawan Masyarakat harus bisa melakukan mitigasi dan adaptif atas perubahan lingkungan yang terjadi saat ini.
Hasil pemetaan dengan metodologi Participatory Rural Apraisal (PRA) yang dilakukan JALATERA dengan Forum Pemuda Selo (FPS) yang dilakukan di desa Samiran, memetakan beberapa kerentanan terhadap perubahan iklim. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan desa ini terhadap perubahan iklim antara lain:
- Kerentanan Terhadap Bencana Alam: Rentan terhadap bencana alam seperti erupsi vulkanik, longsor, dan banjir lahar. Perubahan iklim dapat memperburuk intensitas dan frekuensi bencana-bencana tersebut, mengancam keamanan dan keselamatan penduduk serta infrastruktur di desa.
- Ketersediaan Air: Perubahan iklim dapat memengaruhi pola hujan di daerah pegunungan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan air bagi pertanian, kebutuhan rumah tangga, dan kegiatan lainnya. Variabilitas curah hujan yang meningkat dapat mengakibatkan periode kekeringan yang lebih panjang di musim kemarau, sementara hujan lebat dapat menyebabkan banjir di musim penghujan.
- Kerentanan Ekosistem: Perubahan iklim dapat mengganggu ekosistem ini, misalnya dengan mengurangi keanekaragaman hayati, menggeser pola migrasi hewan, dan merusak habitat alami. Kecamatan Selo memiliki ekosistem alami yang penting untuk keberlangsungan hidup Masyarakat, salah satunya penetapan sebagai Taman Nasional Merapi-Merbabu (TNMM) untuk menjaga plasma nutfah yang ada.
- Kerentanan Sosial-Ekonomi: Sebagian besar penduduk kecamatan Selo bergantung pada pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai sumber penghidupan. Perubahan iklim seperti peningkatan suhu, perubahan pola hujan, dan bencana alam dapat berdampak negatif pada produksi pertanian, ketersediaan pangan, dan pendapatan petani. Selain pertanian, sektor ekonomi lain seperti pariwisata dan industri juga dapat terpengaruh oleh perubahan iklim. Misalnya, peningkatan suhu dapat mengurangi daya tarik destinasi pariwisata, sedangkan bencana alam dapat merusak infrastruktur industri dan mengganggu aktivitas ekonomi.
- Kesulitan Akses Infrastruktur: Kondisi topografi yang terjal dan medan yang sulit di daerah pegunungan dapat menyulitkan akses terhadap infrastruktur penting seperti jalan, listrik, dan sarana kesehatan. Perubahan iklim dapat memperburuk kerentanan ini dengan menyebabkan kerusakan infrastruktur akibat bencana alam atau perubahan pola cuaca ekstrem.
Berdasarkan permasalahan dan kerentanan-kerentanan di atas maka upaya perlindungan dan penyesuaian terhadap perubahan iklim menjadi penting untuk dilakukan khusunya bagi Desa Samiran. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan seperti dengan meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakat, mengelola risiko bencana yang timbul akibat perubahan iklim, memperkuat dan meningkatkan infrastruktur, serta mempromosikan praktik pertanian yang berkelanjutan. Selain itu peningkatan ketahanan pangan, konservasi sumber daya alam, peningkatan infrastruktur, dan pendidikan masyarakat tentang perubahan iklim. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta juga diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
UPAYA MEMBANGUN KESIAPAN PETANI DALAM MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Rekomendasi dari hasil Participatory Rural Apraisal (PRA) adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga dan mengelola sumber daya alam yang ada di desa, termasuk hutan, sungai, dan tanah pertanian. Ini dapat dilakukan melalui kampanye penyuluhan dan pembentukan kelompok-kelompok masyarakat untuk melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan.
- Konservasi Tanah dan Air: Melakukan kegiatan penanaman pohon di sekitar sungai dan pegunungan untuk mengurangi risiko erosi dan banjir bandang. Selain itu, mempromosikan praktik-praktik konservasi tanah seperti terracing dan reboisasi untuk meningkatkan ketahanan lahan terhadap perubahan iklim.
- Pengembangan Pertanian Berkelanjutan: Mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, seperti penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim, penggunaan sistem irigasi yang efisien, dan diversifikasi usaha pertanian untuk mengurangi risiko kegagalan panen.
- Pembangunan Infrastruktur Adaptasi: Membangun infrastruktur adaptasi seperti tanggul, saluran irigasi, dan jaringan drainase yang kokoh untuk mengurangi risiko banjir dan erosi. Infrastruktur ini juga dapat membantu mengatur air tanah dan meningkatkan produktivitas pertanian.
- Pengelolaan Destinasi Wisata yang Berkelanjutan: Mendorong diversifikasi produk wisata untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis wisata saja. Misalnya, selain menawarkan wisata alam, juga dapat dikembangkan wisata budaya, agrowisata, atau wisata petualangan. Mengembangkan praktik pengelolaan destinasi wisata yang berkelanjutan, termasuk pemeliharaan keaslian lingkungan, konservasi sumber daya alam, dan pengelolaan sampah yang baik. Hal ini akan membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan menjaga daya tarik wisata alam Desa Samiran.
- Penyuluhan dan Pendidikan Masyarakat: Melakukan penyuluhan tentang perubahan iklim dan pentingnya adaptasi di tingkat masyarakat. Memberikan pelatihan kepada petani dan warga desa tentang teknik-teknik adaptasi dan mitigasi perubahan iklim agar mereka dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
- Kolaborasi dan Kemitraan: Membangun kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, masyarakat lokal, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta dalam implementasi strategi adaptasi perubahan iklim di sektor wisata Desa Samiran. Kolaborasi ini dapat meningkatkan efektivitas upaya adaptasi serta memperkuat kapasitas lokal dalam menghadapi perubahan iklim.



