Dampak Dana Tangap Corona
JALATERA.-Wabah Covid-19 ini seperti banjir bandang siap menyapu kapal besar yang telah disiapkan. Banjir bandang itu tentu akan meluluhlantakkan semua tatanan, memporakporandakan semua pranata kehidupan.
Pemerintah harus bergegas, berpacu dengan waktu agar paparan virus Corona tidak semakin membumihanguskan bangsa Indonesia. Dampak yang ditimbulkan tentu akan sestemik ke semua lini kehidupan. Namun tetap harus dilawan agar dapat dikendalikan.
Pemerintah terus memprioritaskan penangkalan wabah virus corona. Untuk itu, pemerintah memberikan alokasi anggaran khusus untuk penanganan untuk virus asal China ini.
Pemerintah kini memfokuskan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19. Bahkan sejumlah belanja pemerintah dialihkan atau direalokasi untuk percepatan penanganan virus corona yang telah mewabah secara global tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, sebanyak Rp 62,3 triliun belanja kementerian dan lembaga akan direalokasikan untuk penanganan Covid-19.
Pemerintah telah mengkalkulasi dalam melaksanakan berbagai macam permintaan yang sesuai dengan urgensi di kesehatan, sudah identifikasi Rp 62,3 triliun dari belanja kementerian atau lembaga yang akan bisa direalokasikan untuk bisa diprioritaskan sesuai arahan Presiden, Joko Widodo.
Dana tersebut diperoleh dari hasil penghematan sejumlah belanja di kementerian/lembaga. Termasuk belanja barang, seperti perjalanan dinas yang dipangkas hingga 50 persen, honor, hingga output cadangan.
Nantinya, dana itu akan digunakan untuk membiayai kegiatan prioritas. Mulai dari pengadaan alat kesehatan, penyediaan rumah sakit, hingga dunia usaha.
Pemerintah akan terus minta, misal seperti PUPR dan kementerian yang anggaran belanja besar untuk spacing atau dalam hal ini memperpanjang pelaksanaan kegiatan, sehingga mungkin tidak di-drop sama sekali tapi multiyears sehingga beban tidak semua di 2020.
Dana realokasi Rp 62,3 triliun hanya berasal dari pos belanja pemerintah pusat, belum termasuk dari penghematan di pos transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) maupun dalam APBD 2020.
Namun menurut Sri Mulyani, penghematan dari TKDD bisa mencapai Rp 56-59 triliun. Angka ini juga lebih besar dari perkiraan awal Sri Mulyani sebesar Rp 17,17 triliun.
Untuk belanja daerah transfer keuangan dana desa, Kemendagri sampaikan dalam sidang kabinet, mengidentifikasi Rp 56-59 triliun yang bisa dipakai atau lakukan penghematan untuk reprioritas penanganan COVID-19.
Dilain pihak, KPK mulai bergerak mengawasi sektor anggaran penanggulangan bencana non-alam, COVID-19. Pengawasan dilakukan untuk memastikan agar dana tersebut tak dikorupsi.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri mengatakan, sebagaimana tugas pokok, pihaknya akan melakukan monitoring atas pelaksanaan program pemerintah baik pusat maupun daerah. Tujuannya agar dana yang disalurkan tepat sasaran, tepat guna, efektif, dan bebas dari penyelewengan.
Jangan sampai anggaran bencana dikorupsi oknum yang tidak punya empati. Semua berharap tidak terjadi korupsi dalam kondisi rakyat lagi susah seperti saat ini.
Firli juga mengingatkan, adanya ancaman hukuman mati bagi siapa saja yang menyelewengkan dana bantuan bencana. Ancaman pidana mati diatur dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Masalah wabah virus corona adalah bencana non-alam dan pemerintah telah mengambil langkah langkah penanganan termasuk mengalokasikan anggaran. KPK akan memberi dukungan seluruh langkah yang diambil karena penyelamatan kehidupan itu menjadi prioritas.
Dalam penjelasannya, diterangkan “keadaan tertentu” maksudnya adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi jika dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya, sesuai undang-undang yang berlaku.
Misalnya saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Ahli hukum pidana Universitas Indonesia yang juga mantan komisioner KPK, Indriyanto Seno Adji tentang hukuman mati ini mengatakan, hukuman berat hingga hukuman mati memang diberlakukan untuk pidana penyalahgunaan dana-dana yang berkaitan dengan penanggulangan krisis ekonomi moneter dan sosial yang berdampak luas.
Ia menjelaskan biasanya hukuman ini diterapkan terhadap kasus bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, dan lain sebagainya.
Kerusuhan sosial yang meluas, bahkan pengulangan tipikor yang bersifat recidive. Jadi wajar saja pemberatan pidana walaupun memang perlu juga pertimbangan adanya (berdasarkan) case.
BNPB telah menetapkan pandemi virus corona sebagai bencana non alam. BNPB pun memperpanjang status keadaan tertentu darurat bencana virus corona hingga 29 Mei 2020. Status keadaan darurat tertentu ini telah ditetapkan BNPB sejak 29 Februari.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar juga menabggapi, pihaknya akan segera menginstruksikan pemerintah daerah dan perangkat desa untuk mengalokasikan dana desa guna mengoptimalkan pencegahan Covid-19 yang disebabkan virus corona.
Untuk level pencegahan, pemerintah desa dapat menggunakan dana untuk mengedukasi masyarakat di wilayahnya seperti kampanyekan pola hidup sehat dan bersih.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dirjen PPMD) Taufik Madjid meminta pada jajaran perangkat desa untuk menyiapkan dokumen pencairan dana desa. Hal tersebut agar dana desa bisa cair untuk penanganan virus corona Covid-19.
Taufiq menjelaskan, dana desa untuk penanganan Covid-19 tersebut akan ditranfer melalui kas umum negara ke rekening umum kas desa.
Ihwal pengunaan dana desa, aturan tersebut tertuang dalam Permen Desa Nomor 11 tahun 2019 tentang pedoman dana desa di bidang pelayanan sosial.
Nantinya dana desa tersebut bisa digunakan untuk padat karya penduduk desa, pelayanan di bidang kesehatan, dan penanganan Covid-19.
Banyak syarat yang belum dipenuhi agar segera dipenuhi supaya dana desa cepat dicairkan dan digunakan sebesar besarnya yang pertama untuk padat kerja penduduk desa, kedua untuk mencegah di bidang pelayanan dan kesehatan di desa dan apabila di pandang perlu disesuaikan dengan masyarakat desa kita gunakan penanganan dampak virus corona atau Covid-19.
Guna mencegah pandemi Covid-19, per desa diusahakan ada beberapa belanja untuk kebutuhan; Pembentukan Posko, Edukasi Masyarakat, Penyemprotan, Pembagian Masker, Sanitasi Publik, Media Informasi, Pengamatan Kondisi Kesehatan.
Beberapa kendala lapangan dan permasalahan yang muncul di desa terkait perubahan atau pergeseran kegiatan, diantaranya;
Pertama, ruh kegiatan desa adalah terjadinya musyawarah desa, tetapi dalam kondisi wabah saat ini tentu hal tersebut perlu dicari solusi terbaik karena tidak diperbolehkan berkumpul. Hal ini memang cukup merepotkan.
Kedua, tidak jarang, APB Des untuk bidang kesehatan sedikit, kondisi ini tentu tidak dapat langsung menggeser RAB belanja guna menambah pos bidang kesehatan tersebut. Perlu penyesuaian yang membutuhkan mekanisme administrasi cukup ribet.
Ketiga, PKTD menjadi terkendala manakala sudah terlanjur menganggarkan pembelian molen dlm APB Des, ternyata tidak diperbolehkan. Maka anggaran tersebut harus disilpakan. Kondisi ini karena ambigu arahan dari OPD; satu melarang, satu memperbolehkan. Pengerjaan infrastruktur melalui pendekatan padat karya, harus naker tukang dan pekerja dari warga miskin.
Senyatanya, terjadi dampak cukup signifikan terkait Dana Tanggap Corona yang seharusnya maauk ke desa, namun dilakukan realokasi.
Keadaan ini, sejenak akan terjadi kontraksi. Geliat pembangunan Desa yang sedianya akan dipacu kencang, tentu akan sejenak melambat karena beberapa pos anggaran kementerian dan lembaga yang sedianya masuk desa menjadi tertunda.
Kondisi ini tentu harus diterima dengan lapang dada dan tidak melunturkan semangat membangun Desa.
Pertumbuhan perekonomian Desa yang sedianya diharapkan akan mampu menyokong pertumbuhan perekonomian nasional nampaknya juga belum dapat terwujud.
Dana Desa yang tahun ini digelontorkan ke desa mencapai 72 triliun harus mampu menumbuhkan modal sosial ditengah masyarakat. Menumbuhkan kembali nilai-nilai mebersamaan, gotong royong dan rasa senasib sepenanggungan diantara sesama warga desa atas deraan wabah ini.
Partisipasi masyarakat ditengah terpaan ‘pageblug’ ini harus semakin nyata. Tanpa partisipasi dari semua elemen masyarakat tentu pembangunan Desa akan kehilangan maknanya.
Pandemi Covid-19 kali ini seperti membuka wacana tumbuhnya kesadaran Pemerintahan Desa bersama masyarakatnya akan arti penting kemandirian. Apakah akan selamanya, Desa ‘meminta asupan dana’ dari APBN? Sudah waktunya bagi Desa untuk lebih serius, lebih kerja keras menggagas inovasi desa agar segera tercapai derajat kemandirian desa.
Salam berdesa. Desa maju, masyarakat sejahtera.
Penulis : Kun Prastowo