Menakar Pengelolaan Dana Desa
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mencanangkan Desa Surga, desa surga adalah desa yang mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakatnya. Tidak hanya itu, desa surga juga memberikan kenyamanan, kesejukan, keamanan, dan ketentraman, sehingga masyarakat betah untuk tetap tinggal di desa.
Disamping itu, masyarakat sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan mendapat kesempatan untuk merealisasikan prakarsanya dalam pemanfaatan Dana Desa. Dana Desa diprioritaskan manfaatnya untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan, yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Des) yang bersumber dari RPJM Des.
Sebuah tuntutan riil ketika desa harus berlari kencang karena tiap tahun mendapatkan kucuran dana yang tidak sedikit. Banyak pihak yang meragukan bahkan menjustifikasi bahwa pemerintahan desa (Kades bersama perangkat desa dan BPD) tidak mampu mengelola Dana Desa karena sarat kepentingan dan berpotensi berperilaku korup. Tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada Pemerintah Desa yang berperilaku korup. Menurut berbagai data; lebih dari seribu desa yang berperilaku korup diantara 74.957 desa di Indonesia. Artinya ‘hanya’ sekitar 1,3% dari total desa. Sebuah angka yang terbilang kecil, walau demikian; sekecil apapun perilaku korup sedapat mungkin harus dihilangkan.
Kemudian kalau diperhatikan lagi secara lebih umum atas prestasi pengelolaan keuangan desa untuk kesejahteraan masyarakat maka akan diperoleh keadaan yang cukup mengkhawatirkan. Dimana hanya sekitar 5.559 desa (7,4%) masuk kategori Desa Mandiri. Desa Berkembang sebanyak 46.836 desa (62,6%) dan Desa Tertinggal masih 22.562 desa (30%) dari total keseluruhan desa di Indonesia. Menilik data tersebut, secara jujur harus diakui bahwa desa-desa di Indonesia sejak mendapat kucuran Dana Desa belum mampu menunjukkan performa terbaiknya. Masih saja berkutat dengan hal-hal mendasar sehingga belum mampu melakukan lompatan signifikan. Kondisi tersebut memang memprihatinkan, namun tidak selayaknya untuk dihujat ataupun digeneralisasi menjadi sebuah kegagalan. Waktunya bagi pemerintahan desa untuk menyingsingkan lengan baju beranjak dari zona nyaman, merangkak lalu berlari mengejar ketertinggalannya. Meninggalkan berbagai hal yang selama ini menjadi stigma dan menggelorakan paradigma baru bahwa Dana Desa dan pembangunan desa sejatinya untuk masyarakat (Desa Surga) sebagaimana harapan semua pemangku kepentingan desa.
Bila perilaku lama yang selama ini menjadi penghambat laju pembangunan desa masih saja dipertahankan; bisa dipastikan bahwa desa hanya akan menjadi entitas marginal. Pemerintahan desa harus tau diri dan sadar diri bahwa tanggung jawab mencapai derajat kesejahteraan masyarakat desanya; berada dipundak mereka.
Bagaimana dengan desa Anda…???!!!
Penulis : Kun Prastowo